PENGANTAR
BISNIS
KELAS : 1EB20
1.Dwi
Lillah (22212290)
2.Fifi
Latifah (22212931)
3.Regita
Shandra Nirwana (26212088)
4.Risma
Ferda Fathir (26212471)
5.Sherli
Diah Ayu Lana (26212979)
PENDAHULUAN
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya
pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral,
batubara,
panas bumi,
migas).
Paradigma baru kegiatan industri
pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan
yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang
meliputi :
- Penyelidikan Umum (prospecting)
- Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
- Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)
- Persiapan produksi (development, construction)
- Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
- Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
- Pengolahan (mineral dressing)
- Pemurnian / metalurgi ekstraksi
- Pemasaran
- Corporate Social Responsibility (CSR)
- Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang
berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan
yang baik dan benar (good mining
practice).
Pertambangan di Indonesia
Menurut UU
No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A
(yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan
C (bahan tidak strategis dan tidak vital).[1]
Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan
strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan
untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium.
Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya
emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak
dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam,
pasir, marmer, batu kapur dan asbes.
Pertambangan
: Melarang Ekspor
Peluang
bisnis pengolahan dan pemurnian mineral makin terbuka lebar. Hal ini seiring
dengan penerbitan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7
Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan
dan pemurnian mineral.
Implementasi aturan itu untuk
mendongkrak kapasitas produksi logam di dalam negeri. Juga agar produk akhir
pengolahan atau pemurnian menjadi bahan baku industri untuk kebutuhan dalam
negeri. Selain itu, bisa member efek ganda secara ekonomi dan Negara serta
meningkatkan penerimaan Negara. Ribuan tenaga kerja juga bakal terserap dalam industri
ini.
Namun,
beberapa pasal dalam peraruran itu dinilai meresahkan, menimbulkan
ketidakpastian bagi para pelaku usaha pertambangan mineral. Pasal 21 Peraturan
Menteri ESDM itu menegaskan, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi
produksi dan pertambangan rakyat dilarang mengekspor bijih (bahan mentah atau
ore) mineral paling lambat tiga bulan sejak aturan itu diterbitkan pada 6
Februari 2012.
Hal
itu ditafsirkan sebagai percepatan pelarangan ekspor mineral dalam bentuk bahan
mentah. Berarti terjadi tumpang tindih dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang pertambangan mineral dan batubara, Pasal 170, bahwa pemegang kontrak
karya yang sudah berproduksi wajib melaksankan pemurnian paling lambat lima
tahun sejak UU itu diberlakukan.
Percepatan
pelarangan ekspor barang tambang itu, menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang
Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir
Mansyur, bisa menghambat kinerja sektor pertambangan nasional. Jika pelarangan
ekspor tadi berlaku tahun ini, ada potensi kehilangan ekspor senilai 23 miliar
dollar AS per tahun. Ratusan ribu pekerja akan kehilangan mata pencarian.
Pemerintah memutuskan untuk memperbolehkan ekspor mineral
(logam), setelah sebelumnya mendapat desakan dari pengusaha pertambangan.
Namun, pemerintah akan memberlakukan bea keluar sebesar 20 persen. Bea keluar
ini berlaku sama untuk 14 jenis tambang mineral yang dijelaskan dalam Permen ESDM
No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan
Batubara Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.Menyikapi hal ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan pengecualian ekspor. Pengusaha tambang diizinkan melakukan aktivitas ekspor tambang jika memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan oleh pemerintah, antara lain harus mengirimkan proposal yang menjelaskan program mereka ke depan terutama perencanaan pembangunan smelter.
Lalu, perusahaan tambang diwajibkan untuk melunasi
pajak perusahaan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNBP). Kemudian,perusahaan
harus menandatangani pakta integritas yang berisi perjanjian akan menjaga
lingkungan, dan pada 2014tidak lagi mengeskpor bahan mentah serta menyetujui
bea ekspor sebesar 20 persen.
Penutup
Penutup
· Kesimpulan
Pada
saat ini proses ekpor akhirnya di perbolehkan
di karenakan adanya desakan dari pengusaha pertambangan demi perencanaan pembangunan di kemudian
hari. Akan tetapi proses ekpor hanya di naikan tidak lebih dari 20 persen.
· Daftar Pustaka
Ø Koran Kompas edisi Kamis, 15 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar