Jumat, 28 Desember 2012

TULISAN 2 PENGANTAR BISNIS



PENGANTAR BISNIS













KELAS : 1EB20
1.Dwi Lillah (22212290)
2.Fifi Latifah (22212931)
3.Regita Shandra Nirwana (26212088)
4.Risma Ferda Fathir (26212471)
5.Sherli Diah Ayu Lana (26212979)




PENDAHULUAN

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi :
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice).
Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).[1] Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.



Pertambangan : Melarang Ekspor

                 Peluang bisnis pengolahan dan pemurnian mineral makin terbuka lebar. Hal ini seiring dengan penerbitan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral.
                 Implementasi aturan itu untuk mendongkrak kapasitas produksi logam di dalam negeri. Juga agar produk akhir pengolahan atau pemurnian menjadi bahan baku industri untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, bisa member efek ganda secara ekonomi dan Negara serta meningkatkan penerimaan Negara. Ribuan tenaga kerja juga bakal terserap dalam industri ini.
                 Namun, beberapa pasal dalam peraruran itu dinilai meresahkan, menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku usaha pertambangan mineral. Pasal 21 Peraturan Menteri ESDM itu menegaskan, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dan pertambangan rakyat dilarang mengekspor bijih (bahan mentah atau ore) mineral paling lambat tiga bulan sejak aturan itu diterbitkan pada 6 Februari 2012.
                 Hal itu ditafsirkan sebagai percepatan pelarangan ekspor mineral dalam bentuk bahan mentah. Berarti terjadi tumpang tindih dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, Pasal 170, bahwa pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melaksankan pemurnian paling lambat lima tahun sejak UU itu diberlakukan.
                 Percepatan pelarangan ekspor barang tambang itu, menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur, bisa menghambat kinerja sektor pertambangan nasional. Jika pelarangan ekspor tadi berlaku tahun ini, ada potensi kehilangan ekspor senilai 23 miliar dollar AS per tahun. Ratusan ribu pekerja akan kehilangan mata pencarian.
Pemerintah memutuskan untuk memperbolehkan ekspor mineral (logam), setelah sebelumnya mendapat desakan dari pengusaha pertambangan. Namun, pemerintah akan memberlakukan bea keluar sebesar 20 persen. Bea keluar ini berlaku sama untuk 14 jenis tambang mineral yang dijelaskan dalam Permen ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Menyikapi hal ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan pengecualian ekspor. Pengusaha tambang diizinkan melakukan aktivitas ekspor tambang jika memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan oleh pemerintah, antara lain harus mengirimkan proposal yang menjelaskan program mereka ke depan terutama perencanaan pembangunan smelter.
Lalu, perusahaan tambang diwajibkan untuk melunasi pajak perusahaan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNBP). Kemudian,perusahaan harus menandatangani pakta integritas yang berisi perjanjian akan menjaga lingkungan, dan pada 2014tidak lagi mengeskpor bahan mentah serta menyetujui bea ekspor sebesar 20 persen.
Penutup
·       Kesimpulan
     Pada saat ini proses ekpor akhirnya di perbolehkan  di karenakan  adanya desakan  dari pengusaha pertambangan  demi perencanaan pembangunan di kemudian hari. Akan tetapi proses ekpor hanya di naikan tidak lebih  dari 20 persen.

·       Daftar Pustaka
Ø   Koran Kompas edisi Kamis, 15 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar